Rabu, 22 Mei 2013

Pendakian Gunung Sumbing

PREFACE
Saat semester tua (smester 8) gini, kegiatan mahasiswa seperti kami ini tidak sama dengan mahasiswa angkatan bawah lainnya. Saat adik-adik angkatan sedang sibuk dengan kegiatan praktikum, pembuatan laporan, review-review jurnal, dst, kami para tetua angkatan memiliki aktivitas perkuliahan yang lebih longgar. Ya, kebanyakan memang sudah mengambil Tugas Akhir. Beberapa ada yang sudah hampir beres, ada sedang ngebut-ngebutnya, ada yang berjuang bertemu dosennya, bahkan ada yang belum ACC juga proposal penelitiannya. Macam-macam cerita kami disini.

Tapi mari kita lupakan sejenak kerumitan yang kita alami, kawan. Apapun yang sedang kita lakukan disini, kita hanya manusia biasa yang butuh hiburan untuk menetralkan suasana. Terbukti saat saya sering didatangi teman-teman yang menanyakan rencana pendakian selanjutnya. Saya merasakan memang saat ini adalah momen dimana mereka ingin sesuatu yang beda untuk meredakan hari-hari yang terasa panjang.

Maka dengan ajakan teman-teman yang semakin banyak, saya putuskan untuk jalan-jalan ke gunung Sumbing via Kledung jalur baru. Gunung Sumbing ini terletak di perbatasan Wonosobo dan Temanggung. Saya tawarkan kepada mereka bahwa perjalanan nanti adalah pada tanggal 4-5 Mei '13.

PRA-KEBERANGKATAN
Akhirnya terkumpul 15 orang yang benar-benar ikut. Coba diabsen dulu ya. Ada saya, Dodok, Dodok's girl, Dimbul, Asa (Dimbul's fren), Yusept, Ega, Rendi, Adistyan, Sobary, Krowok, Andika, Fikri, Dodi, dan Pance.
Jam 9 pagi, semuanya berkumpul di rumah kontrakanku di Plemburan. Sebelum berangkat, seperti biasanya kami membagi barang bawaan dulu. Ini dilakukan karena ngga semua anak bawa carrier. Beberapa ada yang hanya membawa tas berukuran kecil. Tidak lupa pula kami mengecek kelengkapan ransum, konsumsi, P3K, uang, dll. Bagiku, ini adalah pendakian yang kedua ke Gunung Sumbing, dan pendakian yang kesekian kalinya ke gunung-gunung di Jawa. Sementara bersama teman-teman Teknik Industri UGM 09 ini adalah perjalanan kami setelah gunung Merbabu dan Lawu.

Sebelum berangkat, tidak lupa kami berfoto ria dengan photographer kece Ismail Fahmi di seberang rumah kontrakan dan membuat lingkaran kecil lalu berdoa supaya kami diberi kemudahan dan kelancaran sampai di basecamp Garung nanti. Kami berharap tidak ada sesuatu yang tertinggal sehingga ngga merepotkan ketika nanti sudah sampai disana.

Inilah keceriaan kami sebelum berangkat..

KEBERANGKATAN
Matahari siang itu terik sekali. Mulut beberapa dari kami tidak jarang berharap supaya di pendakian nanti matahari tetap menampakkan wajahnya sehingga kami dapat melihat keindahan pemandangan kebun warga dan sekitarnya. Memang beberapa hari terakhir ini, Jogjakarta tidak pernah diguyur hujan. Faktor cuaca ini pula yang menjadi alasan kami berangkat ke Sumbing, karena saya sering bercerita tentang keasrian jalur pendakian Sumbing kepada teman-teman.

Perjalanan dari Jogja ke Wonosobo/Temanggung dilakukan dengan menggunakan sepeda motor. Lama perjalanan bisa lebih singkat daripada jika menggunakan angkutan umum (bus). Perjalanan sepeda motor kami hanya menempuh waktu 3 jam kurang.

Untuk rute perjalanan dari Jogja menuju Temanggung, kira seperti berikut :

Jogja-Magelang :
Jalan Magelang - Tempel - Magelang (New Armada)

Magelang-Temanggung :
Ketika melewati lampu merah New Armada, disarankan lewat jalur bus (belok kanan) supaya lebih lancar dan jarang berhenti karena lebih sedikit kena lampu merah. Pokoknya jalan terus mengikuti penunjuk jalan Wonosobo - Semarang. Jangan berjalan terlalu cepat karena beberapa kilometer lagi akan ada pertigaan yang mengarah ke Wonosobo dan Semarang. Silakan belok kiri ke arah Wonosobo/Temanggung. Jalanan lurus ini dipenuhi truk-truk dan bus antar kota, sehingga harus jeli saat hendak mendahului.

Temanggung-perbatasan :
Setelah kurang lebih setengah jam melewati jalan ini, kalian akan diarahkan ke kota Temanggung dan Alon-alon. jangan pernah belok kemanapun, lurus saja mengarah ke Alon-alon. Nah, mulai dari sini tidak lama lagi kalian akan melihat kaki Gunung Sumbing dan Sindoro semakin dekat. Hanya tinggal lurus saja sampai menemui jalan berkelok-kelok dan jarak kalian dengan kaki kedua gunung itu benar-benar dekat.

Perbatasan-Basecamp :
Jalan aspal kini berukuran tidak selebar jalan sebelumnya. Kita akan lebih sering melihat mobil-mobil pickup yang lalu lalang mengangkut sayuran. Selain itu juga sering ditemui motor-motor modifikasi warga dengan ciri khas knalpot gombrong, cat motor sudah tidak terlihat, ban berukuran besar, dan tinggi motor yang seperti motor trail. Perlambat laju kendaraan kalian ketika melewati jalan ini karena beberapa menit lagi kalian akan melihat papan penunjuk arah menuju basecamp gunung Sindoro. Setelah melihat tanda ini, artinya di depan mata kita sebentar lagi akan ditampakkan sebuah papan penunjuk arah berukuran kecil ke basecamp gunung Sumbing. Tampilannya berupa jalan beraspal yang lebih sempit. Nah, basecampnya ada di barat jalan kurang lebih 100 meter kurang.

Nah, kira-kira itulah rute yang kami lewati, baik ketika mendaki gunung Sumbing, maupun Sindoro yang saya kunjungi dua kali beberapa bulan lalu. Total waktu perjalanan adalah kurang dari tiga jam. Kira-kira kemarin kami sampai disana pukul 13.00. Alhamdulillah cuaca juga sangat mendukung sekali untuk melakukan perjalanan.

BASECAMP (ishoma)
Sebelum sampai di basecamp, sebenarnya kami menyempatkan untuk berhenti sebentar untuk makan siang, karena di sekitar basecamp jarang ditemui warung makan. Sebenarnya basecamp juga menjual makanan, tapi harganya mahal bro hahaha. Di basecamp kami beristirahat. Memang melelahkan sekali selama perjalanan tadi. Bagi Fikri, setelah begadang semalam suntuk dan baru tidur pagi tadi, ini adalah momen yang tepat untuk memejamkan mata beberapa menit.

Fikri yang begadang semaleman
Beberapa ada juga yang sibuk berfoto di samping hamparan permadani hijau yang membentang luas sejauh mata memandang. Tapi memang kebanyakan lebih memilih untuk merebahkan badan sambil mendengarkan musik country yang diputar Krowok. Cuaca panas dikombinasi dengan udara sejuk pegunungan, apalagi bagi kami yang baru saja menempuh perjalanan menembus kerumunan asap kendaraan di bawah terik surya, rasanya anganku berkata "sudahlah, lebih enjoy begini sambil minum kopi panas". Memang dasar pemalas. Dan sekali-sekali alunan musik country itu mengusik telingaku, membuatku melayangkan angan kepada sebuah hamparan rerumputan dan kebun tembakau.

Istirahat sejenak diiringi alunan country
PENDAKIAN
Kami rasa cukup sudah istirahat kami meregang lelah. Saatnya bangun dan mengumpulkan semangat, membuat nyata setiap keinginan. Sekali lagi kami memeriksa kelengkapan barang bawaan. Walaupun kami bukan organisasi pecinta alam, namun kami sangat menghargai profesionalitas. Jangan sampai terjadi peristiwa negatif yang terjadi akibat ketidaktelitian. Kami juga sudah siap dengan kantong sampah yang kami bawa dari kontrakan tadi. Intinya, kami bukan kumpulan orang yang hanya ingin mencari kesenangan tanpa mempedulikan sekitar. Kami sadar memang seharusnya seperti itulah kewajiban kami sebagai manusia yang beradab dan berilmu. Secara tidak langsung, kami membawa nama besar almamater Universitas Gadjah Mada, almamater yang akan kami bawa kemanapun kami melangkah.

Seperti biasa, sebelum berangkat kami wajib membuat lingkaran kecil dan berdoa meminta kepada Gusti Allah restu, kemudahan, dan kelancaran selama di perjalanan. Dan kewajiban kedua setelah itu adalah mengabadikan momen detik-detik sebelum memulai perjalanan. Kalo ini sih semuanya pasti sudah menunggu hehehe. Dengan mengucap Bismillahirrohmaanirrohiim, pendakian di gunung Sumbing kami mulai...

Berdiri : asa,dim,fik,dod,sob,yus,ega,dodo,ari
Duduk : kro,anh
Cameraman : and
Kami melakukan start jam 15.00. Cuaca masih panas saja. Tapi berkat sinar matahari yang setia menemani kami, semua pemandangan padang warga seperti ditawarkan cuma-cuma kepada kami. Hijaunya menghampar ke segala penjuru. Selain itu, angin juga berhembus kencang, membuat rambut kami bergoyang seperti bintang iklan shampo di tv.

BASECAMP - POS 1
Karena saya menulis catatan perjalanan ini sudah dua minggu berlalu dari waktu aslinya, jadi saya agak lupa atau tidak tepat dalam penulisan waktu. Harap maklum ya sodara-sodara hehehe

Sepanjang jalur basecamp menuju pos 1, kami melewati padang warga. Bentuk jalanannya adalah tanah yang berbentuk menyerupai tangga. Di sisi kanan dan kirinya lah terhampar tanaman tembakau dan bawang. Sesekali terlihat warga sedang mengolah tanahnya. Ada yang menabur pupuk, mencangkul, sampai ada ibu-ibu yang sedang turun sambil menggendong seikat besar rumput untuk pakan ternaknya. Tak jarang pula kami berpapasan dengan bapak-bapak yang membawa arit dan karung kosong, mungkin sedang mencari rumput atau untuk membawa hasil panen. Kami juga sering melihat motor-motor modifikasi warga yang terparkir sepanjang jalur pendakian sekitar ini.

Jalanan terasa panjang dan lama sekali. Kami pun tidak jarang berhenti untuk istirahat sejenak dan meneguk minuman yang kami bawa. Sesekali pula kami menikmati angin yang berhembus mengusap keringat di kepala dan tangan. Sambil tidak lupa kami tetap melayangkan mata ke segala penjuru yang terbuka. Kami sudah bisa melihat awan bergerak dengan lambatnya. Dari sini pun sudah bisa terlihat rumah-rumah menjadi kecil, hanya terlihat atapnya saja. Begitu pula kendaraan bermotor.

Kami lanjutkan langkah kecil kami dari peristirahatan. Masih dalam rombongan, tidak ada yang meninggalkan dan tertinggalkan. Satu berhenti, semua berhenti. Karena memang kami tidak memiliki target waktu untuk sampai di pos 1 atau bahkan puncak sekalipun. Kami berjalan mengalir saja seperti angin ini, tidak ada batas waktu, bebas.

Sedikit snapshot
Tak terasa kami ternyata sudah berjalan jauh. Padang warga saja sudah tidak terlihat lagi. Kini kami memasuki hutan. Berangsur-angsur hembusan angin mulai berkurang menerpa kami yang berjalan dilindungi lebatnya pepohonan. Walaupun jalan kami lambat dan santai, kurang lebih dua jam (17.00) kami tiba di pos 1. Disana kami bertemu rombongan dari Jogja juga, dan ternyata mereka adalah temannya Sobary. Terjadilah sedikit adegan temu kangen dengan bumbu canda tawa. Kami pun ikut nimbrung istirahat disitu. Namun tidak lama, kami melanjutkan perjalanan kembali. Pundak kami yang pada awal perjalanan tadi terasa pegal, sekarang terasa seperti tidak membawa carrier. Beban carrier sudah menyatu dengan badan kami sekarang. Napas kamipun sudah berjalan teratur seiring jalannya telapak kaki kami menancapkan kaki di tanah kering itu.

POS 1 - POS 2
Matahari sudah mulai terlihat orange emas, sudah tidak di atas kepala lagi. Sebentar lagi terbenam dan kami kehilangan cahayanya. Kami tidak sempat menikmati sunset karena tertutup pepohonan. Kembali kami berjalan diselingi tawa canda. Sesekali sambil memutar musik dari HP. Bermacam-macam lagu, mulai dari rock, dangdut, legendaris, sampai pop melayu yang sedang menjadi primadona di permusikan di Indonesia sekarang.

Bentuk jalanan sekarang bukan lagi tangga-tangga tanah seperti di padang warga lagi. Sekarang sudah berubah menjadi jalanan sempit nan rimbun dedaunan panjang dari pohon-pohon yang ada di kanan dan kiri. Sudah mulai gelap sekarang. Tapi semangat kami masih bersinar. Kami berencana membuka ketiga tenda kami di Pasar Setan (Pastan).

Dari kejauhan saya mencium bau asap pembakaran. Semakin saya melangkah maju, semakin jelas dan pekat bau asap yang saya cium. Itu pertanda ada aktivitas pembakaran sedang terjadi di atas sana. Biasanya pendaki yang sudah membuka tenda sedang membakar kayu bakar dan sampah plastik lainnya. Alhamdulillaah, sebentar lagi kami sampai di pos 2. Ya, benar sekali. Justru bukan hanya bau asap saja, namun juga terdengar sayup-sayup gelak tawa yang kian langkah kian terdengar suara orang mengobrol dan suara musik yang sedang diputarnya.

Pos 2, kawan. Senang sekali rasanya sampai disini. Pos 2 ini tempatnya tidak berada langsung di jalur pendakian. Dia berada sedikit menjorok ke dalam semak-semak. Jadi kalau kita mau menuju kesana, tinggal jalan menuju jalan kecil menurun ke arah kanan, lalu akan kita temui hamparan tanah kosong yang lumayan luas. Kira-kira muat untuk 3-4 tenda disitu. Pada saat kami melewati itu, ternyata pos 2 sudah ditempati rombongan. Rombongan itulah yang saya maksudkan, yang memberi sinyal bahwa ada rombongan selain kami. Kami berlalu untuk segera menuju Pastan.

POS 2 - PASTAN
Kondisi trek selama pos 2 sampai Pastan diawali dengan lebatnya hutan rimba dengan pepohonannya yang rimbun. Disini juga masih sedikit tiupan angin yang kami rasakan. Jadi tidak begitu terasa dinginnya udara dataran tinggi. Kondisi kami pun sudah semakin lelah saja. Rasanya ingin segera memasuki tenda, mengganti pakaian hangat, minum kopi panas sambil menghisap sebatang gudang garam filter. Momen indah seperti itulah yang paling baik diidamkan. Singkatnya, surga dunia banget deh hahaha..

Lama waktu perjalanan menuju Pastan ini menurut saya lumayan jauh. Ini disebabkan yang pertama karena emang jauh secara riil, yang kedua disebabkan karena kondisi fisik kami sudah menurun/lelah. Apalagi ketika keluar dari rimbunnya pepohonan hutan, treknya berubah menjadi semakin terjal. Trek kali ini sebenarnya hampir sama bentuknya seperti gunung-gunung lain, yaitu menyerupai aliran air atau selokan besar sepanjang jalan. Karena sudah bukan hutan rimba lagi, artinya jumlah pepohonan yang biasa menutupi kami sekarang sudah tidak ada, hembusan angin mulai menyapa kami kembali. Kini hanya ada pohon-pohon kecil yang batangnya paling hanya sebesar paha orang dewasa.

Angin yang saya rasakan disini memang sedikit lebih besar daripada di gunung lain. Ditambah waktu yang sudah menjelang tengah malam, udara berubah menjadi dingin. Namun untungnya bintang-bintang selalu menemani perjalanan kami di tengan keletihan dan mengharapkan kehangatan. Bintang-bintang yang menandakan tidak akan turun hujan dalam waktu dekat ini.

Perjuangan kami nampak tak berujung. Belum ada tanda-tanda akan tiba di Pastan. Rombongan terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok satu adalah mereka yang masih kuat secara fisik berada di depan. Mereka ini yang sejak dari bawa tadi hanya bawa tas biasa, bukan carrier. Tapi memang badan mereka sedikit lebih atletis daripada yang lain, maklum beberapa adalah para pemain futsal dan olahraga lainnya. Sedangkan saya hanya pemain game hehe. Kelompok dua, ada saya juga disitu, berisi orang-orang paling selow-tanpa-beban di dunia. Walaupun carrier kami penuh sesak dengan barang bawaan, namun kami tetap semangat. Kelompok dua berada di belakang sambil sesekali istirahat minum dan meluruskan kaki, bahkan sambil mengisap rokok penuh tawa dan canda saling ejek.

Karena seringnya kami berhenti, kami tidak sadar ternyata kami semakin dekat dengan Pastan. Pertanyaan-pertanyaan batin kami sekarang sudah terjawab. Kelompok depan ternyata berteriak "Pastaaan!!!". Aaah sinyal yang membuat hati ini lega. Tak terasa kami bisa sampai juga di tempat dimana kami bisa istirahat. Tempat ini pula yang menjadi target kami sejak di bawah. Memang kalau bisa, carilah tempat camp yang tidak terlalu jauh dari puncak, sehingga besok paginya perjalanan menuju puncak tidak terasa sangat berat.

PASTAN (ISTIRAHAT)
Setelah menginjakkan kaki disana, bergegas kami mendirikan tiga tenda dome yang kami bawa dari Jogja. Lumayan muat karena satu tenda cukup untuk 5-6 orang. Semua bahu membahu mendirikan tenda. Saya langsung memberi komando untuk membentuk tiga regu dalam mendirikan tenda, dimana tiap regu nantinya yang akan menempati tenda yang dibuatnya. Kemudian Dodok ditugaskan untuk membuat air panas untuk menyeduh kopi dan memasak makanan.

Tenda sudah berdiri. Di atas tanah Pastan yang jarang sekali terdapat pepohonan sebagai pelindung kami dari tiupan angin yang dahsyat malam itu. Udara dingin tidak mau ketinggalan menyapa kami yang sedang berada di dalam tenda menyeruput kopi panas. Salah satu tenda yang kami dirikan kebetulan menghadap persis ke arah gunung Sindoro. Jadi dari pintu tenda saya bisa melihat keanggunan Sindoro ditemani awan yang hilir mudik tertiup angin. Juga bintang-bintang yang membanjiri langit kota malam ini. Terkadang terlihat petir berkelebat mencuri perhatianku saat mataku sedang menyapu eksotisme alam di tengah malam.

Indah sekali malam itu. Dengan diiringi lagu-lagu lawa Bang Iwan Fals, sambil mengisap dalam rokokku, sesekali kami berbincang satu sama lain, bercanda dalam suka tawa riang. Suasana seperti inilah yang paling saya nantikan dan paling saya nikmati. Sejak pertama kali saya ikut mapala dan diperkenalkan dengan kegiatan alam ini empat tahun lalu, tidak pernah saya melewatkan momen kekeluargaan seperti ini. Mungkin ini pula yang dirasakan oleh kalian kawan-kawanku sesama penikmat alam. Fikri Tauhid, yang tidur di tenda sebelah, sempat berujar : "nyesel gue baru suka naik gunung di tahun keempat kuliah ini, kenapa ngga dari dulu yaa?"

Malam semakin larut. Kuatnya angin menggoyangkan tenda-tenda kami, membuat suara gaduh saat mengenai tenda kami. Angin mengantarkan kami tidur di dalam sleeping bag kami masing-masing. Esok pagi kami akan meneruskan perjalanan menuju tanah tertinggi di Temanggung/Wonosobo. Cerita apalagi yang esok akan engkau tawarkan pada kami, Sumbing?

PASTAN - PUNCAK
Tidur nyenyak kami tiba-tiba terusik oleh suara Dodok yang membangunkan kami semua jam tiga pagi. Mata ini sebenarnya belum mau terbuka. Badanpun belum mau beranjak, bahkan hanya untuk menggerakkan kaki. Udara yang semakin dingin tidak membiarkan kami keluar tenda waktu itu. Apalagi kondisi badanku yang sudah tiga hari ini masih meriang. Dan pagi itu suhu badanku memanas kembali. Namun inilah waktunya bagi kami melanjutkan perjalanan ke puncak.

Dodok dan pacarnya, saya, dan Pance berencana tidak ikut meneruskan perjalanan ke puncak. Sedangkan yang lainnya segera bergegas melakukan packing. Hanya sebuah daypack berisi tiga botol air minum dan makanan ringan yang mereka bawa.

Singkat cerita, mereka berhasil sampai di (hampir) puncak. Katanya seorang teman yang kutanya kenapa ngga sampe puncak, dia bilang nggak ada penyemangat buat memacu langkahnya sampe ke puncak. Alhasil mereka hanya sampai tanah beberapa meter di bawah puncak.

PASTAN - BASECAMP
Setelah menunggu mereka turun dari puncak, akhirnya berakhir pula rangkaian perjalanan kali ini. Kami bersiap turun dan bergegas membereskan peralatan masuk ke dalam carrier masing-masing. Karena air yang kami bawa digunakan untuk foya-foya kemarin, kini hanya tinggal tersisa beberapa botol aqua. Teriknya matahari jam dua siang itu benar-benar menguras tenaga kami. Kerongkongan kami kering sekali. Pemandangan hijau yang terbuka tidak kami nikmati dengan dalam. Sekarang hanya bagaimana kami cepat sampai di basecamp untuk membasahi tenggorokan kami dengan beberapa teguk air minum. Perjalanan yang menjadi sangat melelahkan.

Sampai di basecamp, kami langsung bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Jogja. Dengan tubuh yang masih sangat lelah, kami harus sampai di Jogja sebelum gelap untuk mengembalikan peralatan yang kami sewa sebelum tokonya tutup.

Kesan kami selama berpetualang di Sumbing semuanya sama : "puas dan sangat menikmati (pemandangan)". Salah seorang teman berkata bahwa pendakiannya kali ini adalah yang terbaik karena selama perjalanan tidak diganggu badai dan hujan, langit cerah sehingga panorama alam yang indah itu tidak terlewatkan sedikitpun. Ada lagi yang berkeinginan untuk secepatnya kembali ke tanah Wonosobo dan mengunjungi gunung di seberangnya, Sindoro.

Bersabarlah kawan, waktu kita masih panjang. Tak kan lari gunung dikejar..

BIAYA PERJALANAN
Bensin          : Rp15.000 (full tank, cukup untuk pulang pergi)
Tiket masuk : Rp4.000/orang
Parkir          : Rp5.000/orang

Total            : Rp24.000


6 komentar:

  1. pengen banget ndaki gunung ini, ngumpulin duit dulu gan....

    BalasHapus
  2. pengennn., tp batal terus mo kesini... :'(

    BalasHapus
  3. Yuk besok 17an disini, sampai ketemu disana. Hehee.

    BalasHapus
  4. Pengeeenn.. apakah utk pendaki pemula akan aman kalo naik ke sumbing ? hehe

    BalasHapus